Archive for October 22, 2009

Haaah… Baru Baca??!!?

Beberapa waktu ini saya membaca beberapa buku yang… “Ya ampun telat banget baru baca buku itu”. Yak to the point saja, ini beberapa bukunya:

Biar Kuncupnya Mekar Jadi Bunga

Biar Kuncupnya Mekar Jadi BungaWow wow, buku apa ini? Kalau Anda berpikir ini buku untuk wanita, maka Anda tidak sepenuhnya benar. Well, buku ini adalah kumpulan tulisan dari Anis Matta, Lc. yang pernah dimuat di kolom ayah Majalah Ummi. Namanya juga kolom ayah, jelas pangsa tulisan ini adalah para ayah/suami. Tapi karena dimuat di Majalah Ummi (1997-1998), tulisan-tulisan ini sebenarnya juga agar para ibu/istri mengetahui sudut pandang seorang ayah/suami.

Hoho… jadi apa isinya? Hmm Pak Anis sendiri bilang, “Saya sedang mewakili diri saya sendiri di sini, dan bukan sekadar pikiran-pikiran saya. Maka mengalirlah tulisan-tulisan itu, dan setiap kata di dalamnya adalah sepotong hati dan seuntai anak pikiran sekaligus. Setiap kata membahasakan denyut nadi kehidupan saya.”

Buku ini menarik buat saya karena seperti tujuannya, saya bisa melihat sisi lain dari pikiran, perasaan yang dimiliki laki-laki. Dan saya pikir buku ini memang layak dibaca oleh laki-laki yang sudah menikah ataupun yang akan menikah untuk mempersiapkan beberapa sendi kehidupan rumah tangganya.

Dan seperti biasa, seperti tulisan Anis Matta yang lain… bahasanya itu loooo… saya bener-bener suka cara beliau meramu setiap untaian kata pengandaian yang manis hingga jika dimaknai akan menjadi suatu hikmah mendalam. Dan kalau biasanya saya nggak begitu suka buku pernikahan yang mehek-mehek, well, untuk yang satu ini saya nggak bisa bilang ini mehek-mehek… ini bukan tipe buku yang melenakan tentang fantasi yang indah mengenai sesuatu yang bernama pernikahan.

Maka begitulah seharusnya Anda mencintai; menyejukkan, menenangkan, namun juga menggelorakan. Dan semua makna ini terangkum dalam kata ini; menghidupkan.

Hidup ini adalah simponi yang kita mainkan dengan indah. Maka duduklah sejenak bersama pasangan Anda, tatap matanya lamat-lamat, dengarkan suara batinnya, getaran nuraninya, dan diam-diam bertanyalah pada diri sendiri; apakah ia telah menjadi lebih baik sejak hidup bersama Anda? Mungkinkah suatu saat ia akan mengucapkan puisi Iqbal tentang gurunya, “Dan nafas cintanya meniup kuncupku maka ia mekar menjadi bunga.”

Anne of Green Gables

Anne of Green GablesNah yang satu ini adalah novel yang dibeliin amisu, karena itu novelnya berbahasa Inggris XD. Novel ini bercerita tentang Anne, seorang gadis panti asuhan yang tidak sengaja datang ke sebuah rumah. Awalnya ia tak diinginkan, namun karena segala kelebihan yang sekaligus kekurangannya, semua orang yang menemuinya bisa mencintainya.

Novel karya Lucy Maud Montgomery ini masuk dalam jajaran all time top 100 best novels versi BBC. Maklum novel ini termasuk novel “tua”, usianya sejak pertama kali diterbitkan sampai sekarang sudah mencapai 100 tahun.  Karena itu setting ceritanya pun ada di masa awal abad ke 19.

Kekuatan novel ini kalau kata saya sih ada dalam pembahasaan dan pengkarakteran yang kuat pada setiap tokoh. Bahasa yang digunakan nggak jarang hiperbolis, tapi justru itu yang membuat menarik. Tapi yang lebih penting, pembahasaannya sangat deskriptif, dan menurut saya ini adalah salah satu hal yang penting dalam sebuah narasi. Dan penokohan Anne sangat baik, saya suka cara Anne mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, kadang menggelitik dan kadang membuat kita berpikir akan kebenaran kata-katanya.

Sayangnya, menurut saya novel ini cenderung membosankan. Ceritanya datar dan plain banget. Secara keseluruhan cerita ini “hanya” mengenai riak-riak keseharian Anne. Tidak ada satu bagian konflik hidupnya yang benar-benar ditonjolkan, karena itu nggak ada klimaks dalam ceritanya.

Oya novel ini juga ada sekuelnya, masih terusan dari kehidupan Anne ketika menjelang dewasa, menikah dan punya anak. Nah karena kebayangnya novel ini bakal mirip dengan novel pertama, saya belum baca terusannya, walo amisu beli sepaket lengkap (maaf ya :D).

Well, that is one of the things to find out sometime. Isn’t it splendid to think of all the things there are to find out about? It just makes me feel glad to be alive—it’s such an interesting world. It wouldn’t be half so interesting if we know all about everything, would it? There’d be no scope for imagination then, would there?

Arok Dedes

Arok DedesWoooo… kalo Anne agak ringan, nah ini novel yang cukup berat. Hmmm bukannya berat gimana sih, tapi kalo dibilang ini tulisannya Pramoedya Ananta Toer, pasti penggemar tulisan beliau bisa nangkap kenapa ini agak berat.

Seperti tulisan disini, berbeda dari Anne, kekuatan Pramoedya justru ada pada ceritanya. Pada penelitian sejarahnya. Pada kedalaman budayanya. Pada peramuan narasi  para tokoh dalam sejarah yang mungkin sudah kita kenal sejak SMP, tapi dulu mungkin terasa membosankan. Membuat saya berpikir, harusnya buku sejarah dibuat dalam karya sastra seperti ini saja ya 😛

Well, dari judulnya jelas kan novel ini mengusung siapa? Yak yak… novel ini bercerita tentang pemberontakan yang dipimpin oleh Ken Arok atas pemerintahan Tunggul Ametung yang tidak memuaskan masyarakat. Kalo tentang hal itu, kayaknya banyak orang yang tau, tapi saya sendiri baru tau kenapa pemberontakan itu terjadi, bagaimana itu dimulai, bagaimana pertentangan antara penganut Syiwa dan Wisnu, bagaimana penggambaran kasta-kasta dan gejolak masyarakat dalam masa ketika tingkatan kasta-kasta itu dipaksa menjadi blur. Dan dengan semua itulah novel ini menjadi sangat menarik.

Saya bener-bener suka bagaimana sejarah begitu hidup dalam sebuah cerita. Bagaimana sebuah budaya benar-benar tergambarkan. Rasanya penelitiannya begitu mendalam, sampai-sampai Pramoedya menggambarkan ciri fisik seorang kasta brahmana dengan kasta sudra yang berbeda.

Dan tentu saja hal menarik lainnya adalah intrik politik dalam novel itu. Yang masih juga berlaku sampai saat ini (memang dimaksudkan sebagai cerminan sih :P), ketika konflik kepentingan berlangsung. Ketika kekuasaan menjadi sesuatu yang membuat seseorang berubah meski awalnya terasa sangat manusiawi.

Yak, Pramoedya benar-benar penulis yang baik menurut saya, dan saya ragu akan ada penulis lain yang bisa menyampaikan sejarah, budaya, politik, agama, dan romantisme dalam saat yang bersamaan.

Thanks to my father in law who has lend me this book and explained about Javanese culture eagerly ^^.

Menjadi Manusia Pembelajar

Menjadi Manusia PembelajarHuwaaaa… ini buku yang sangat terlambat saya baca. Padahal teman-teman SMA saya sudah memperkenalkan penulisnya pada saya sejak kami masih sekolah. Siapa mang penulisnya? Andrias Harefa. Seorang pendobrak yang tidak menyukai bagaimana pendidikan formal di Indonesia berlangsung, sampai ia memutuskan untuk berhenti kuliah padahal “hanya” tinggal menyelesaikan skripsinya.

Sistem yang menjadikan pendidik hanya berfungsi sebagai pengajar. Ketika guru adalah penguasa di depan kelas dan siswa harus duduk dan menerima setiap apa yang dikatakannya. Yang menjadikan manusia-manusia Indonesia kehilangan kreatifitasnya dan akhirnya hanya mampu menjadi pekerja yang berpikir untuk bekerja di perusahaan sampai pensiun, dan kemudian ongkang-ongkang di hari tua meski mungkin kenyataannya tidak seperti itu.

Intinya buku ini mengajak kita jadi manusia pembelajar yang tidak hanya “belajar” pada institusi pendidikan. Mengajak kita untuk berpikir tentang hakikat hidup; membedakan pembelajaran, pengajaran dan pelatihan; menjadi manusia dewasa yang merdeka; menjadi pemimpin hingga akhirnya bisa menjadi guru bangsa. Bukan dalam taraf teknis, tapi dalam tataran konsep. Ini menjadikan buku ini berbeda dari buku-buku pengembangan diri pada umumnya.

Buku yang worth to read menurut saya (walo belum saya beresin nih :D), saya suka cara berpikir penulis yang menjungkir-balikkan  kondisi ideal. Saya juga suka nulikan-nukilan yang diambil dari berbagai orang yang belum pernah saya ketahui, namun begitu mengena. Dari segi bahasa, siap-siap aja untuk mendapati kata-kata yang kadang terasa terlalu jujur :P.

“Saya harap buku ini dapat menjadi warisan bagi kedua putri saya yang masih balita, terutama agar kelak mereka tidak pernah kecil hati karena ayahnya bukan sarjana, bukan doctor, tetapi “hanya” (berusaha menjadi) manusia pembelajar” –Andrias Harefa—

“Aku bukan Hatta, aku bukan Soekarno, bukan Syahrir, bukan Natsir, bukan Marx, dan bukan pula yang lain-lain. Bahkan… aku bukan Wahib. Aku adalah me-Wahib. Aku mencari  dan terus-menerus mencari, menuju dan menjadi Wahib. Ya, aku bukan aku. Aku adalah meng-aku, yang terus-menerus berproses menjadi aku. Aku adalah aku pada saat sakratul maut” –Ahmad Wahib–

Digital Fortress

Digital FortressGNA… OMG… saya baru baca? Hahaha iya, padahal meski novel ini tergolong “baru” tapi sepertinya orang-orang di sekeliling saya sudah membacanya. Apalagi karena novel ini bercerita tentang kriptografi yang notabene merupakan salah satu mata kuliah di program studi saya.

Nah karena pasti udah banyak yang baca, saya nggak akan berkomentar panjang. Novel ini menarik, sepertinya sangat nyata dalam dunia intelijen. Banyak hal menegangkan, banyak hal tak terduga. Tapi buat saya juga rasanya terlalu banyak “kebetulan baik” yang terjadi dalam novel ini. Ceritanya diramu sangat baik, tapi menurut saya sih penokohannya kurang mantap :P.

Gyaaa… ini buku Dan Brown pertama yang saya baca, punya amisu yang saya culik dari Malang, sayangnya saya lupa menculik novel-novel Dan Brown lain yang dimilikinya 😀

Hufff huff, masih banyak buku yang pengen saya baca… masih banyak e-book ngantri di hard disc, masih numpuk buku di rak kakak, tapi sepertinya masih lama juga saya bisa menyelesaikan si ** agar saya bisa membaca dengan agak luang 😦